Tuesday, November 03, 2009

Sifat

ketuk ketuk diberitahu
timbang timbang menjadi tahu
diam diam bukan batu
berkilau kilau bertambah silau

"satu
satu
satu"

keras ku lentur
lembut ku simpul
hilang ada
ada hilang
genggam berkait kait
biar sihat dari sakit
turun datang menderu deru
sepuluh
sebelas dua belas...

Saturday, October 03, 2009

Seratus kali yang terakhir

Epilog satu (temu)
bidadari itu sayup
kadang jauh
kadang hampir
pada jauh dia dekat
dalam dekat dia hadir
dan dalam dia
berdinding cermin

Epilog dua (iringan)
diksi dalam lingkup ilmu
membawa diskusi di luar lingkup
butir yang ikhlas
seikhlas ayah
mengajar anak
memegang kalam;
ikhlasnya bidadari itu
bermukim diam dalam hati

Epilog tiga (asal)
asal bidadari itu
dari rusuk kiri ku
rusuk yang hilang
dan kini kembali
kembali ia mengendong tulus
kerna
dalam aku ada dia
dan dalam dia ada aku

Epilog empat (hati)
kosong dalam riuh
kusam dalam kosong
ada bagai tiada
tiada bagai ada
dicuri, diambil, disimpan
digenggam dengan tertib
diselubungi rindu bidadari

Epilog lima (duga)
karam di laut
lemas di darat
melankoli disini
raungnya di sana
masinnya garam
manis pula halwa
disantap bersama
di taman syurga

Epilog enam (tangis)
silap itu anugerah tuhan
untuk aku dan kamu
maaf itu ciptaan tuhan
untuk kamu kepada aku
kesal itu kurniaan tuhan
dari aku untuk diriku

aku
gagah namun kerdil
jahil malahan leka
kerna gerak diri ini
hujan di taman bidadari
maaf dibawa junjung
kesal dibawa kendong

Epilog tujuh (pergi)
langit luas
laut lepas
bertemu di atas bumi tuhan
pisah itu resam
gundah itu adat
hanya kekuatan dan ingatan
diuji dengan keresahan
serahkan saja pada keikhlasan
bidadari itu pergi
aku masih di sini
menghitung detik detik
yang turun bagai rintik
akan tiba saat itu
aku, bidadari
kembali bersatu


*mKf 2003

Saturday, September 26, 2009

Menghampiri yang ke seratus

setelah kembali syawal, syawal yang dahulunya penoh kejahilan.
lembaran lama dibuka untuk kesekian kalinya.
untuk kali yang entah ke berape,
akan tiba waktu kali yang terakhir.

ini dulu,
dulu yang membawa kepada dulu.
diksi ku berlagu dulu:

Malam Pulang
malam yang damai,
menjadi permai,
persis diri yang gontai,
yang tidak dirantai,

pulang,
pulanglah dari hilang,
hilang yang gemilang,
gemilang bukan terbilang,
camar yang ku sayang...

(tanggal dua puluh satu haribulan tujuh dua ribu empat)

Sunday, May 03, 2009

Hujung Yang Bersambung

Ku sapukan tari menari pencak bertiang tinggi menjulang langit
Lalu ku runtuhkan gebar gebar beralun berombak mendayu dayu menjadi badai
Saat manusia lagak berhibur berlipur berasak asak beranjak anjak memasak bumi
Ku taburkan janji janji sulam bersulam berlapis lapis berselang selang menjadi satu yang tidak akan ramai
Sang para dengar mencintai memujuk dan meranduk menjadi kebingungan yang dalam ribut ribut punya kecut yang serabut
Tidak perlu yang mencari itu berdaya bertumit gagah gagah berbaris jatuh satu demi nan satu
Bertelingkah kekuda ke kanan dan berlaga laga ke kiri memerhatikan yang tidak pula berani bersua dan bersapa sapa seraya secangkir itu pula tidak dipelawa
Walhal azimat yang punya keramat bersatu di alam yang dahulu punya satu dan satu dan satu yang dahulu punya akar keramat yang berazimat
Sangkah menyinggah bertalu talu berlari berjalan merangkak dan mati ke hujung penghujung yang pada satunya ada punca tinggal meninggal ninggal

Wednesday, April 15, 2009

mim

sedang ditidurkan. menunggu saat bangkit jajar menebarkan haruman langit dan kelunakan bumi.