Saturday, October 03, 2009

Seratus kali yang terakhir

Epilog satu (temu)
bidadari itu sayup
kadang jauh
kadang hampir
pada jauh dia dekat
dalam dekat dia hadir
dan dalam dia
berdinding cermin

Epilog dua (iringan)
diksi dalam lingkup ilmu
membawa diskusi di luar lingkup
butir yang ikhlas
seikhlas ayah
mengajar anak
memegang kalam;
ikhlasnya bidadari itu
bermukim diam dalam hati

Epilog tiga (asal)
asal bidadari itu
dari rusuk kiri ku
rusuk yang hilang
dan kini kembali
kembali ia mengendong tulus
kerna
dalam aku ada dia
dan dalam dia ada aku

Epilog empat (hati)
kosong dalam riuh
kusam dalam kosong
ada bagai tiada
tiada bagai ada
dicuri, diambil, disimpan
digenggam dengan tertib
diselubungi rindu bidadari

Epilog lima (duga)
karam di laut
lemas di darat
melankoli disini
raungnya di sana
masinnya garam
manis pula halwa
disantap bersama
di taman syurga

Epilog enam (tangis)
silap itu anugerah tuhan
untuk aku dan kamu
maaf itu ciptaan tuhan
untuk kamu kepada aku
kesal itu kurniaan tuhan
dari aku untuk diriku

aku
gagah namun kerdil
jahil malahan leka
kerna gerak diri ini
hujan di taman bidadari
maaf dibawa junjung
kesal dibawa kendong

Epilog tujuh (pergi)
langit luas
laut lepas
bertemu di atas bumi tuhan
pisah itu resam
gundah itu adat
hanya kekuatan dan ingatan
diuji dengan keresahan
serahkan saja pada keikhlasan
bidadari itu pergi
aku masih di sini
menghitung detik detik
yang turun bagai rintik
akan tiba saat itu
aku, bidadari
kembali bersatu


*mKf 2003